Dimata seorang sutradara, Kabah yang berdiri kokoh di Tanah Suci Makkah, selain memiliki makna tentang sebuah keagungan, mengingatkan kepada cerita-cerita masa lalu, sekaligus mengingatkan tentang sang pencipta.
”Coba bayangkan, bangunan semegah dan sebesar itu ternyata bisa dibangun oleh manusia ribuan tahun yang lalu. Bahkan, kendati tidak masuk dalam catatan keajaiban dunia, sampai sekarang masih utuh dan tegak berdiri di Tanah Suci,” ujar Chaerul Umam, pada Republika, Ahad (18/1) siang.
Chaerul Umam, sutradara yang banyak menelorkan film-film bermutu itu mengatakan, sebelum membuktikan sendiri datang ke Tanah Suci, cerita-cerita tentang kebesaran Nabi Ibrahim bersama Ismail membangun Kabah, hanyalah seperti sebuah dongeng dalam legenda yang sulit dibuktikan kebenarannya.
Namun begitu, bagi orang yang telah melihat sendiri, paparnya, keraguan akan kebenaran cerita-cerita masa lalu tentang Kabah akan buyar seketika. Apalagi bagi orang-orang beriman yang masuk dalam golongan kaum muslimin.
”Melihat kekokohan, serta keagungan bangunan suci itu akhirnya akan menambah keyakinan kita terhadap keagungan Allah SWT, bahwa atas kehendak-Nya lah bangunan tersebut terwujud dan bisa kekal hingga sekarang,”katanya.
Padahal, banyak golongan yang tidak menyukai bangunan suci tesebut, bahkan ingin menghacurkannya. Sejak dari orang-orang kafir, sampai tentara Abrahah yang dikenal dengan pasukan gajahnya. Untuk menyelamatkan bangunan itu dari keganasan Abrahah, Allah menyelamatkan dengan ‘menurunkan’ pasukan burung yang membawa batu dari langit.”Peristiwa itu sebagai contoh, betapa Kabah adalah sebuah tempat yang tidak mudah dihancurkan, apalagi oleh kekafiran. Allah benar-benar melindungi bangunan itu,”tambahnya.
Bagi Chaerul, pergi ke Tanah Suci merupakan sebuah keberuntungan. Ketika pergi haji tahun 1987, ia berangkat bersama ibu dan kakak iparnya. Lebih dari itu, melakukan ibadah haji mampu menambah keimanan serta semangatnya untuk terus berjuang dalam Islam.
Semua ritual haji yang harus dijalani, oleh Chaerul dirasakan tidak ada yang istimewa. Mulai dari sai, thawaf, wukuf di Arafah, melempar jumrah atau menggunting rambut, semua berjalan wajar, dan dilalui begitu saja bersama jutaan jamaah lain yang datang dari berbagai penjuru dunia. ”Hanya ketika melihat Kabah itulah perasaan saya berubah. Bahkan saya sempat neneteskan air mata. Beruntung saya diberi kesempatan oleh Depag untuk pergi ke tanah Suci,”katanya menambahkan.
Munculnya perasaan lain justru ketika sampai di Tanah Air. Setelah berhaji, Chaerul merasa, perasaan dan jiwanya menjadi bersih. Bahkan, melalui dunianya, ia semakin mantab untuk berjuang demi Islam. Sebelumnya, aku Chaerul, ada perasaan ragu-ragu terhadap film-film bertemakan Islam yang dibuatnya. Apakah akan diterima masyarakat, atau tidak.
Ketika sinetron menjadi ‘primadona’ pun, Chaerul Umam tidak akan pernah ragu mengedepankan tema-tema Islami dalam karya-karyanya. Tak mengherankan jika di televisi kita acapkali muncul tema-tema Islami garapan Chaerul, apalagi pada saat menjelang Ramadhan.
Dengan tetap konsisten di jalur sinetron atau film Islami, ternyata tidak membuat seorang Chaerul menjadi sutradara kelas dua. Sebaliknya, justru menjadikan dia lebih dikenal orang. Terlebih lagi, akhir-akhir ini hampir sebagian besar acara televisi kita didominasi tema-tema kekerasan, pronografi serta jauh dari ajaran Islam.
Setiap kali menciptakan film, selalu mendapatkan rating tertinggi. Judul ”Jalan Lain ke Sana” yang ditayangkan SCTV misalnya, merupakan salah satu sinetron tersukses sepanjang tahun 2002. Hal itu membuktikan pula, bahwa masyarakat kita, terutama kalangan Islam benar-benar telah ‘lelah’ serta ‘jenuh’ dengan suguhan tema-tema yang jauh dari ajaran Islam.
Terbukti, sinetron bertajuk Keajaiban Hati, belum selesai dibuat pun, hak siarnya saat ini sudah diperebutkan oleh sejumlah stasiun televisi swasta. Sinetron tadi, rencananya akan ditayangkan untuk bulan Ramadhan yang akan datang. Hal itu sekaligus menandakan, bahwa pasar tema-tema Islam di Indonesia semakin kuat.
Di dunia perfilman kita, nama Chaerul Umam memang sudah tidak asing lagi. Tercatat ada empat film yang jadi box ofice. Diantaranya ‘Al-Kautsar’ (1977). Film ini cukup berarti bagi Indonesia yang saat itu tengah gencar-gencarnya memerangi masuknya budaya barat. Film ini meraih sukses luar biasa.
Selain itu, ada ‘Titian Serambut Dibelah Tujuh’ (1983), ‘Nada dan Dakwah’ yang dibintangi Rhoma Irama dan Zainuddin, MZ. Bersama Imam Tantowi, Chaerul mengerjakan film kolosal dengan judul ‘Fatahillah’ yang juga mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Ia juga melahirkan film komedi ‘Kejarlah Daku Kau Kutangkap’.
Chaerul sendiri dibesarkan di lingkungan Islam. Ayahnya bernama Chairi, dikenal sebagai seorang santri. Ibunya Arifiyah, seorang mubalighah Aisyiyah.”Dulu saya selalu dibawa kemana-mana setiap kali ibu berdakwah,”katanya. (Lukmanul Hakim/jurnalhaji)






0 komentar:
Posting Komentar